TSO7BUz5GfWoBUW0TfYoGUM0BA==
Light Dark
 Coklat Sabang dari Ujung Barat Nusantara Menuju Panggung Dunia

Coklat Sabang dari Ujung Barat Nusantara Menuju Panggung Dunia

Table of contents
×

 

Petani Sabang mengubah lahan kosong menjadi perkebunan Kakao yang menjadi bahan baku pembuatan coklat

SABANG kota kecil yang dikenal dengan keindahan alam baharinya, kini menebar pesona baru yang berbeda. Dari hamparan tanah vulkanik yang subur di Pulau Weh, lahirlah biji-biji kakao unggulan yang perlahan mengubah wajah ekonomi masyarakat.

Dan dari tangan-tangan kreatif anak muda Sabang, biji-biji itu disulap menjadi cokelat bercita rasa premium yang kini mulai dikenal hingga ke mancanegara.

Namanya Cokbang singkatan dari Cokelat Sabang. Didirikan pada awal tahun 2022 oleh Koperasi Produsen Kakao Jaya Mandiri, Cokbang hadir bukan semata sebagai produk olahan, melainkan sebagai simbol kemandirian ekonomi lokal. Di bawah kepemimpinan Melan, pendiri sekaligus motor penggerak utamanya dibantu oleh seluruh manajemen, Cokbang hadir sebagai wujud nyata hilirisasi pertanian lokal yang berpihak kepada petani.

Koperasi ini memfokuskan diri pada pengolahan biji kakao asli Sabang menjadi cokelat bernilai tinggi, dengan kualitas rasa yang autentik, lembut, dan khas.

“Cokbang bukan sekadar cokelat. Ini simbol kebangkitan pertanian Sabang,” ujar Melan, menatap mesin penggiling biji kakao di rumah produksinya dengan senyum yakin.

Ide pendirian Cokbang lahir dari keprihatinan. Dahulu, harga biji kakao mentah hanya sekitar Rp4.000 per kilogram nilai yang tak sebanding dengan kerja keras para petani. Padahal, menurut Melan, biji kakao Sabang memiliki karakteristik unik dengan aroma alami dengan sentuhan rasa buah (fruity), kadar lemak tinggi, dan sensasi lembut saat diolah.

Wali Kota Sabang, Zulkifli H. Adam, berpose bersama Melan, Kepala Produksi Cokbang (Cokelat Sabang), saat meninjau langsung proses produksi cokelat di Store Cokbang, Sabang.

“Kalau diolah dengan benar, seharusnya bisa menjadi cokelat kelas dunia,” tuturnya.

Sabang memang memiliki anugerah alam luar biasa. Struktur tanahnya yang berasal dari letusan gunung berapi menjadikan unsur mineralnya sangat kaya. Kombinasi tanah kapur dan kadar air tanah yang seimbang menciptakan lingkungan ideal bagi tanaman kakao.

Hasil uji laboratorium mencatat kadar lemak biji kakao Sabang mencapai 52,15 persen salah satu yang tertinggi di Indonesia. Cokelatnya tidak terlalu pahit, lembut, dan memiliki aroma khas yang tidak dimiliki daerah lain.

“Wisatawan dari Jerman, Belanda, hingga Spanyol pernah mencoba biji kakao mentah Sabang dan kagum karena rasanya tidak pahit seperti kakao pada umumnya,” kenang Melan.

Cokbang mengandalkan pasokan biji kakao sepenuhnya dari petani lokal. Saat ini terdapat 30 petani binaan, dengan lima di antaranya sudah rutin menghasilkan biji fermentasi berkualitas tinggi.

Harga yang ditawarkan Cokbang juga jauh di atas rata-rata pasar yakni Rp150.000 per kilogram untuk biji fermentasi dan Rp70.000 untuk non-fermentasi. Kebijakan ini, menurut Melan, bukan sekadar bisnis, tapi langkah konkret meningkatkan kesejahteraan petani sekaligus menjaga mutu bahan baku.

“Kami tidak hanya membeli hasil panen, tapi juga mendampingi proses budidaya dan fermentasi. Petani harus sejahtera agar kualitas terjaga,” jelas Melan.

Kepala Produksi Cokbang (Cokelat Sabang), Melan, berpose di depan deretan produk cokelat didampingi kasir Cokbang di gerai Cokbang, Sabang

Dengan perpaduan metode tradisional dan teknik modern, Cokbang memproduksi beragam olahan cokelat bernilai tinggi. Prosesnya meliputi penjemuran, pemanggangan, penggilingan, hingga pencetakan dengan standar kebersihan dan cita rasa yang ketat.

Kini, 14 varian produk telah dipasarkan, di antaranya cokelat batang premium dengan rasa almond, kismis, cranberry, dan kacang menti.

Selanjutnya cokonips (biji kakao panggang siap santap), bubuk kakao murni 100%, bubuk cokelat aromatik untuk minuman

Kemudian, Teh cokelat dari kulit biji kakao dan chocolate couverture dengan kadar 50%, 70%, hingga 80% kakao

Semua varian menggunakan lemak kakao murni tanpa campuran pengganti, menghasilkan cokelat yang lebih sehat dan lembut alami. Harga jualnya pun bervariasi, mulai Rp20.000 hingga Rp150.000 per kemasan.

Langkah besar Cokbang tak lepas dari dukungan Rumah BUMN Sabang di bawah naungan Telkom Indonesia. Melalui program pendampingan, Cokbang mendapatkan berbagai bantuan mulai dari legalitas usaha, sertifikasi halal dan PIRT, hingga pelatihan branding dan pemasaran digital.

“Rumah BUMN membantu kami mendapatkan NIB, pelatihan digital marketing, hingga difasilitasi ikut pameran di Malaysia,” kata Melan.

Hasilnya nyata. Produksi meningkat pesat, omzet melonjak dari belasan juta menjadi rata-rata Rp20–30 juta per bulan. Produk Cokbang kini telah dikenal di berbagai pameran nasional dan mulai merambah pasar internasional.

Wisatawan asal Spanyol sedang menikmati salah satu produk cokelat di Store Cokbang Sabang.

Namun, perjalanan menuju global tidak tanpa tantangan. Distribusi masih terbatas di Sabang, dan pemesanan luar daerah harus dilakukan secara daring. Meski begitu, semangat Melan dan timnya tak pernah surut. Mereka tengah mempersiapkan sertifikasi ekspor dan standar internasional agar dapat menembus pasar luar negeri.

“Saat ini produk kami hanya dijual di Sabang. Pemesanan luar daerah masih dilakukan secara online dan dikirim langsung dari sini. Kami belum punya distributor di Banda Aceh atau daerah lain,” jelas Melan.

“Insya Allah, tahun depan kami menargetkan ekspor perdana. Kami sedang memperkuat kemasan dan meningkatkan standar produksi agar sesuai pasar global,” sambungnya penuh semangat.

Cokbang juga berencana membuka mini cafe sebagai etalase produk sekaligus ruang edukasi di Sabang. Di sana, wisatawan dapat menikmati berbagai varian minuman cokelat khas Sabang sambil belajar proses pembuatannya.

Tak puas hanya berproduksi, Cokbang kini melangkah lebih jauh melalui program Agrowisata Industri Kakao. Konsep ini memadukan wisata edukatif dengan pengalaman interaktif.

Wisatawan akan diajak berkeliling kebun kakao binaan, mempelajari proses panen dan fermentasi, hingga melihat langsung pembuatan cokelat di rumah produksi.

Puncaknya, pengunjung bisa mencetak cokelat sendiri dengan desain dan nama pribadi, serta menikmati minuman cokelat panas atau dingin khas Sabang secara gratis.

“Ini bukan sekadar wisata, tapi pengalaman yang mengedukasi dan meninggalkan kesan mendalam,” tutur Melan.

Dua wisatawan asal Belanda berpose sambil memegang produk cokelat Cokbang (Cokelat Sabang) bersama Kepala Produksi Cokbang, Melan, di Store Cokbang, Sabang.

Program agrowisata ini rencananya diluncurkan pada akhir tahun 2025 dan menjadi bagian dari promosi wisata edukatif Sabang sebuah inovasi yang menyatukan pariwisata dan industri kreatif lokal.

Wali Kota Sabang, Zulkifli H. Adam, menyambut baik dan memberikan apresiasi tinggi atas keberhasilan Cokbang mengangkat potensi lokal menjadi produk bernilai ekspor.

“Cokbang adalah kebanggaan Sabang. Usaha ini bukan hanya mengangkat komoditas pertanian, tetapi juga memperkenalkan wajah baru Sabang di dunia industri kreatif,” ujarnya.

Menurut Zulkifli, langkah yang dilakukan Cokbang sejalan dengan visi pemerintah dalam mengembangkan hilirisasi sektor pertanian serta memperkuat ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal.

Pemko Sabang pun berkomitmen memfasilitasi promosi Cokbang dalam berbagai ajang bergengsi seperti Sabang Marine Festival maupun kegiatan promosi pariwisata lainnya.

Lebih lanjut, ia berharap Cokbang dapat menjadi inspirasi bagi pelaku UMKM lainnya untuk berani berinovasi.

“Sabang tidak hanya memiliki laut yang indah, tetapi juga tanah yang kaya. Produk seperti Cokbang menunjukkan bahwa Sabang mampu menghasilkan sesuatu yang berkelas dunia,” tegas Wali Kota.

Selain promosi, Pemko Sabang juga membuka peluang kerja sama dengan pihak swasta dan lembaga ekspor agar Cokbang bisa menembus pasar luar negeri. 

“Kita ingin Sabang tidak hanya penghasil bahan mentah, tapi juga produsen cokelat berkelas dunia dengan merek sendiri,” tegas Wali Kota.

Bagi Melan, Cokbang bukan sekadar bisnis, melainkan bentuk cinta terhadap tanah kelahiran.

Ia ingin nama Sabang tak hanya dikenal karena titik nol kilometer Indonesia, tetapi juga karena kualitas cokelatnya yang tak kalah dari Swiss atau Belgia.

“Saya ingin suatu saat nanti, orang datang ke Sabang dan pulang membawa oleh-oleh cokelat Sabang, seperti orang membawa cokelat Swiss,” katanya penuh harapan.

Melan percaya, dengan potensi bahan baku unggulan dan cita rasa unik, Sabang punya peluang besar untuk menjadi pemain global di industri cokelat. Ia mencontohkan negara-negara seperti Malaysia dan Thailand yang sukses menembus pasar dunia meski tidak memiliki kebun kakao sendiri.

“Kita punya segalanya bahan baku, cerita lokal, dan semangat. Tinggal bagaimana kita menjaga kualitas dan memperkuat branding,” ujarnya mantap.

Kini, di rumah produksi sederhana yang dikelilingi kebun kakao dan hembusan angin laut, Melan dan timnya terus bekerja. Mereka menggiling, memanggang, dan mencetak cokelat dengan cinta dan ketekunan, seolah menulis kisah baru bagi Sabang.

Cokbang telah menjadi simbol kebangkitan industri kreatif Sabang membuktikan bahwa dari biji yang dulu dianggap remeh, lahir produk bernilai tinggi yang membuka peluang baru bagi petani, pengusaha, dan generasi muda.

Dan ketika aroma manis cokelat itu menembus batas lautan, ia membawa pesan dari ujung barat negeri bahwa Sabang bukan hanya tentang keindahan laut, tetapi juga tentang rasa, kerja keras, dan kebanggaan.

Dari tanah yang dikelilingi samudra biru, Cokbang kini melangkah mantap mewakili cita rasa Indonesia, membawa harapan, dan mengukir nama “From Sabang to The World.” [ADVERTORIAL]

0Comments

Special Ads
Special Ads
Special Ads